Mahkamah
Konstitusi (MK) mementahkan uji materi Pasal 2 huruf a, Pasal 2 huruf j,
Pasal 6, Pasal 61, Pasal 66 ayat (2), Pasal 136, Pasal 137, dan Pasal
139 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU
ASN). Uji materi itu diajukan oleh Rochmadi Sularsono yang berstatus
pegawai negeri sipil (PNS) di Ponorogo, Jawa Timur dan 3 tenaga honorer,
yakni Wahid Ahmad Nahrowi, Siti Murijstul Khadijah, dan Iva Fitria.
"Menyatakan
permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim
Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di ruang sidang
utama Gedung MK, Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Menurut
Mahkamah, posita atau alasan permohonan para pemohon sama sekali tidak
memberikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal-pasal yang
dimohonkan dan UUD 1945. Para pemohon juga dinilai tidak menunjukkan
argumentasi bagaimana pertentangan antara pasal-pasal a quo dengan UUD 1945.
"Pasal-pasal UU
ASN yang dimohonkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan alasan
yang dikemukan oleh pemohon, sehingga hubungan antara potisa dan petitum
(permintaan) permohonan tidak jelas," ucap Arief.
Mahkamah
berpendapat, para pemohon tidak menjelaskan menguraikan inkonstitusional
norma, tetapi justru lebih banyak menguraikan kasus konkret yang
dialami para pemohon.
Uji materi
Pasal 2 huruf a, Pasal 2 huruf j, Pasal 6, Pasal 61, Pasal 66 ayat (2),
Pasal 136, Pasal 137, dan Pasal 139 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) ini digugat oleh seorang PNS
bernama Rochmadi Sularsono, serta 3 tenaga honorer, yakni Wahid Ahmad
Nahrowi, Siti Murijstul Khadijah, dan Iva Fitria.
Dalam sidang
perbaikan pada awal Maret lalu, para pemohon menyatakan adanya kerugian
konstitusional atas berlakunya pasal-pasal tersebut. Misalnya dalam
Pasal 2 huruf a dinyatakan telah kehilangan makna kepastian hukum.
Sebab, pengaturan pasal lain, yaitu Pasal 6, Pasal 136, dan Pasal 139 UU
ASN telah mengakibatkan hilangnya hak hukum tenaga honorer.
Kemudian juga
Pasal 137 UU ASN juga dinilai telah merugikan hak konstitusional para
pemohon. Karena telah menimbulkan penafsiran ganda terkait dengan gaji
dan hak hukum.
Sedangkan Pasal
6, Pasal 61, Pasal 136, dan Pasal 139 dinilai para pemohon
diskriminatif. Karena dalam pasal-pasal itu tidak adanya pengakuan
terhadap tenaga honorer dan tidak adanya perbedaan antara pelamar umum
dan honorer dalam proses menjadi PNS.
1. Tenaga honorer disamakan dengan pelamar umum, artinya honorer diatas 35 tahun tidak bisa diangkat menjadi PNS karena batas usia untuk mengikuti tes adalah biasanya 35 tahun.
2. Pemerintah tidak mengakui adanya tenaga honorer.
No comments:
Post a Comment